Thursday, October 18, 2012
BUMN
HISTORICAL BUMN
Pada awalnya BUMN adalah
hasil nasionalisasi ex-perusahaan-perusahaan asing (belanda) yang kemudian
ditetapkan sebagai perusahaan negara. Kemudian dengan UU No.1 prp 1969
dibentuklah 3 jenis BUMN menjadi “perusahaan jawatan (perjan), perusahaan umum
(perum), dan persero”. Pembagian ini dibentuk berdasarkan dengan tugas, fungsi
dan misi usaha pada waktu itu.
Filosofi mengapa dibentuk
BUMN adalah
karena berdasarkan pada
bunyi ketentuan UU pasal 33 khususnya ayat 2 yang mengandung maksud bahwa :
“cabang-cabang produksi penting bagi negara yang menguasai ha-jat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara. Kemudian bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
SEKTOR USAHA BUMN
Pada
dasarnya sektor-sektor usaha yang dilakukan oleh BUMN mencakup hampir seluruh
sektor dan bidang usaha yang ada dimana didalamnya terdapat 11 kelompok besar
sektor, yaitu :
· Agro industri
· Telekomunikasi
· Semen, kontruksi konsultan Engineering
· Pertambangan
· Energi
· Logistik
· Pariwisata
· Kehutanan dan kertas
· Jasa keuangan
· Industri startegis
· Jasa penunjang pertanian.
Dari sektor tersebut
terbagi lagi menjadi sub-subsektor seperti ‘jasa keuangan dapat dibagi menjadi
jasa keuangan perbankan dan jasa keuangan non perbankan (misalnya
asuransi),demikian juga terhadap sektor logistik yang dapat dibagi menjadi bidang
transportasi, penunjang transportasi (misalnya bandara, pelabuhan), kawasan
industri dok perkapalan dan lain sebagainya.
KINERJA BUMN
Saat ini
BUMN berjumlah 139 yang dalam pelaksanaan tugasnya masih memerlukan beberapa
perbaikan-perbaikan sistem manajemennya untuk mengangkat kinerjanya. Perangkat
perbaikan tersebut termasuk untuk menciptakan kontrol sistem, oleh karenanya
sejak tahun 2002 diwajibkan bagi seluruh BUMN menerapkan program GCG yang
kemudian diikuti dengan penerapan program-program lain yang dapat menunjang
kinerjanya seperti penerapan program Risk Management yang gencar diwajibkan
sejak awal 2006 ini, selain beberapa BUMN yang bergerak dibidang
industri-industri penting seperti: Telkom, PLN, Perbankan dan industri-industri
berbasis teknologi tinggi telah lebih dulu menerapkan program Risk Management
ini.
LIMA FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI KEBERADAAN BUMN
1. Pelopor
atau perintis karena swasta tidak tertarik untuk menggelutinya
2. Pengelola
bidang-bidang usaha yang "strategis" dan pelaksana pelayanan publik
3. Penyeimbang
kekuatan-kekuatan swasta besar
4. Sumber
Pendapatan Negara
5. Hasil
dari nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda
DEFINISI
RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI BUMN
Pengertian
Restrukturisasi BUMN adalah upaya peningkatan kesehatan BUMN / perusahaan
dan pengembangan kinerja usaha melalui sistem baku yang biasa berlaku dalam
dunia korporasi.
Tujuan Restrukturisasi BUMN :
1. Mengubah
kontrol pemerintah terhadap BUMN yang semula secara langsung (control by
process) menjadi kontrol berdasarkan hasil (control by result). Pengontrolan
atas BUMN tidak perlu lagi melalui berbagai formalitas aturan, petunjuk,
perijinan dan lain-lain, akan tetapi melalui penentuan target-target kualitatif
dan kuantitatif yang harus dicapai oleh manajemen BUMN, seperti ROE (Return On
Asset), ROI (Return On Investment) tertentu dan lain-lain.
2. Memberdayakan
manajemen BUMN (empowerment) melalui peningkatan profesionalisme pada jajaran
Direksi dan Dewan Komisaris
3. Melakukan
reorganisasi untuk menata kembali kedudukan dan fungsi BUMN dalam rangka
menghadapi era globalisasi (AFTA, NAFTA, WTO) melalui proses penyehatan ,
konsolidasi, penggabungan (merger), pemisahan, likuidasi dan pembentukan
holding company secara selektif.
4. Mengkaji
berbagai aspek yang terkait dengan kinerja BUMN, antara lain penerapan sistem
manajemen korporasi yang seragam (tetap memperhatikan ciri-ciri spesifik
masing-masing BUMN), pengkajian ulang atas sistem penggajian (remunerasi), penghargaan
dan sanksi (reward & punishment).
Pengertian
Privatisasi Pada hakekatnya adalah melepas kontrol monopolistik Pemerintah
atas BUMN. Akibat kontrol monopolistik Pemerintah atas BUMN menimbulkan
distorsi antara lain, pola pengelolaan BUMN menjadi sama seperti birokrasi
Pemerintah, terdapat conflict of interest antara fungsi Pemerintah sebagai
regulator dan penyelenggara bisnis serta BUMN menjadi lahan subur tumbuhnya
berbagai praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan cenderung tidak transparan.
Fakta membuktikan bahwa praktek KKN tidak ada (jarang ditemukan) pada BUMN
yang telah menjadi perusahaan terbuka (go public).
Manfaat Privatisasi BUMN
1. BUMN akan
menjadi lebih transparan, sehingga dapat mengurangi praktek KKN.
2. Manajemen
BUMN menjadi lebih independen, termasuk bebas dari intervensi birokrasi.
3. BUMN akan
memperoleh akses pemasaran ke pasar global, selain pasar domestik.
4. BUMN akan
memperoleh modal ekuitas baru berupa fresh money sehingga pengembangan usaha
menjadi lebih cepat.
5. BUMN akan
memperoleh transfer of technology, terutama teknologi proses produksi.
6. Terjadi
transformasi corporate culture dari budaya birokratis yang lamban, menjadi
budaya korporasi yang lincah.
7. Mengurangi
defisit APBN, karena dana yang masuk sebagian untuk menambah kas APBN.
8. BUMN akan
mengalami peningkatan kinerja operasional / keuangan, karena pengelolaan
perusahaan lebih efisien.
KONTROVERSI RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI BUMN
Pihak yang setuju dengan
privatisasi BUMN berargumentasi bahwa privatisasi perlu dilakukan untuk
meningkatkan kinerja BUMN serta menutup devisit APBN. Dengan adanya privatisasi
diharapkan BUMN akan mampu beroperasi secara lebih profesional lagi. Logikanya,
dengan privatisasi di atas 50%, maka kendali dan pelaksanaan kebijakan BUMN
akan bergeser dari pemerintah ke investor baru. Sebagai pemegang saham
terbesar, investor baru tentu akan berupaya untuk bekerja secara efisien,
sehingga mampu menciptakan laba yang optimal, mampu menyerap tenaga kerja yang
lebih banyak, serta mampu memberikan kontribusi yang lebih baik kepada
pemerintah melalui pembayaran pajak dan pembagian dividen.
Pihak yang tidak setuju
dengan privatisasi berargumentasi bahwa apabila privatisasi tidak
dilaksanakan, maka kepemilikan BUMN tetap di tangan pemerintah. Dengan demikian
segala keuntungan maupun kerugian sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Mereka
berargumentasi bahwa devisit anggaran harus ditutup dengan sumber lain, bukan
dari hasil penjualan BUMN. Mereka memprediksi bahwa defisit APBN juga akan
terjadi pada tahun-tahun mendatang. Apabila BUMN dijual setiap tahun untuk
menutup defisit APBN, suatu ketika BUMN akan habis terjual dan defisit APBN
pada tahun-tahun mendatang tetap akan terjadi.
Kontroversi privatisasi
BUMN juga timbul dari pengertian privatisasi dalam Pasal 1 (12) Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN yang menyebutkan :
“Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat”.
“Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat”.
Pada pasal tersebut
dijelaskan bahwa privatisasi yaitu pernjualan saham sebagian dan seluruhnya,
kata seluruhnya inilah yang mengandung kontroversi bagi masayarakat karena
apabila dijual saham seuruhnya kepemilkan pemerintah terhadap BUMN tersebut
sudah hilang beralih menjadi milik swasta dan beralih, namanya bukan BUMN lagi
tetapi perusahaan swasta sehingga ditakutkan pelayan publik ke masyarakat akan
ditinggalkan apabila dikelola oleh pihak swasta dan apabila diprivatisasi
hendaknya hanya sebagaian maksimal 49% dan pemerintah harus tetap sebagai
pemegang saham mayoritas agar aset BUMN tidak hilang dan beralih ke swasta dan
BUMN sebagai pelayan publik tetap diperankan oleh pemerintah.
sementara itu, pemerintah
sendiri terdesak untuk melakukan privatisasi guna menutup defisit anggaran.
Defisit anggaran selain ditutup melalui utang luar negeri juga ditutup melalui
hasil privatisasi dan setoran BPPN. Dengan demikian, seolah-olah privatisasi
hanya memenuhi tujuan jangka pendek (menutup defisit anggaran) dan bukan untuk
maksimalisasi nilai dalam jangka panjang. Jika pemerintah sudah mengambil
langkah kebijakan melakukan privatisasi, secara teknis keterlibatan negara di
bidang industri strategis juga sudah tidak ada lagi dan pemerintah hanya
mengawasi melalui aturan main serta etika usaha yang dibuat. Secara kongkret
pemerintah harus memisahkan fungsi-fungsi lembaga negara dan fungsi bidang
usaha yang kadang-kadang memang masih tumpang tindih dan selanjutnya
pengelolaannya diserahkan kepada swasta.
Fakta memang menunjukkan
bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh swasta hasilnya secara umum lebih
efisien. Berdasarkan pengalaman negara lain menunjukkan bahwa negara lebih baik
tidak langsung menjalankan operasi suatu industri, tetapi cukup sebagai
regulator yang menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menikmati hasil
melalui penerimaan pajak.
Oleh karena itu,
privatisasi dinilai berhasil jika dapat melakukan efisiensi, terjadi penurunan
harga atau perbaikan pelayanan. Selain itu, privatisasi memang bukan hanya
menyangkut masalah ekonomi semata, melainkan juga menyangkut masalah
transformasi sosial. Di dalamnya menyangkut landasan konstitusional
privatisasi, sejauh mana privatisasi bisa diterima oleh masyarakat, karyawan
dan elite politik (parlemen) sehingga tidak menimbulkan gejolak.
TIGA LANGKAH MENDESAK UNTUK
DILAKUKAN PEMERINTAH DALAM MASALAH RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI BUMN
1. Mengubah
orientasi pelaksanaan program privatisasi dari berjangka pendek menjadi
berjangka panjang. Artinya, pelaksanan program privatisasi tidak hanya
ditujukan untuk memancing masuknya investor asing dan tercapainya target
penerimaan anggaran negara, tetapi langsung diarahkan untuk membangun landasan
yang kuat bagi perkembangan perekonomian nasional
2. Segera
menerbitkan UU Privatisasi yang dapat menjamin berlangsungnya proses
privatisasi secara demokratis dan transparan. Dalam UU Privatisasi ini
hendaknya tidak hanya diatur mengenai proses privatisasi BUMN, tetapi harus
mencakup pula proses privatisasi BUMD dan harta publik lainnya. Semua itu tidak
hanya diperlukan untuk melindungi kepentingan publik, tapi juga untuk
memperjelas peranan negara dalam pengelolaan perekonomian nasional.
3. Segera
membubarkan kantor menteri Negara BUMN dan mengubahnya menjadi sebuah badan
otonom dengan nama Badan Penyehatan dan Privatisasi BUMN (BPP-BUMN). Badan yang
memiliki kedudukan sederajat dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
ini, tidak hanya bertugas untuk menjual BUMN, tetapi terutama didorong untuk
mengutamakan peningkatan kinerja BUMN agar benar-benar bermanfaat bagi masa
depan perekonomian Indonesia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment